Harus membebaskan diri dari urusan perniagaan, yang bisa menyibukkan hatinya dan mengacaukan hasratnya. Hatinya betul-betul ikhlas untuk mendapatkan ridho Allah semata-mata. Tidak membawa pelana yang bagus dan mentereng. Maksudnya disini adalah menghindarkan diri dari barang-barang atau hal-hal yang berbau kesombongan duniawi. Jika ingin membawa bekal, maka hendaknya bekal yang paling utama adalah bekal amal untuk akhirat. Para dhuyufullah harus mewaspadai agar amal-amalnya tidak rusak karena riya' dan karena ingin membanggakan diri, karena sekali tidak ada manfaatnya.
Saat melepaskan pakaiannnya dan berganti dengan mengenakan pakaian ihram, hendaklah dia ingat bahwa seakan-akan dia sedang mengenakan kain kafannya. Dia mengenakan pakaian yang berbeda dengan penghuni bumi secara umum.
Saat mengucapkan talbiyah, hendaknya dia juga mengharapkan pengabulan dari Allah, berharap agar seruannya diterima dan takut bila tidak dikabulkan. Mengiringi dengan perasaan harap (raja') dan takut (khouf).
Saat melihat baitulharam, hendaklah dia merasakan keagungan-Nya, mengucapkan syukur kepada Allah karena dia dijadikan golongan orang-orang yang bisa berkunjung ke sana, merasakan keagungan thawaf di sekitar Ka'bah.
Saat mencium atau melambai hajar aswad, hendaklah dia bersumpah setia untuk taat kepada Allah dan bertekad untuk memegang sumpah setianya.
Saat memegang tabir Ka'bah atau saat di Multazam, hendaknya dia menempatkan dirinya sebagai orang yang bersalah di hadapan Tuhannya.
Saat melakukan sya'I antara Shafa dan Marwah, dia harus menggambarkan dua tempat ini seperti dua tapak timbangan. Dia akan mendatangi dua tapak timbangan itu pada hari kiamat, atau seakan-akan dia mendatangi pintu tempat malaikat untuk mengharap belas kasihnya.
Saat wukuf di Arafah dan melihat sekian banyak manusia yang berkumpul di sana dan bermacam ragam bahasa dan suara mereka, maka bayangkanlah seakan itu adalah keadaan pada hari kiamat, saat manusia semua berkumpul dan memohon syafaat.
Saat melempar jumrah, niatkanlah untuk tunduk kepada perintah dan menunjukkan kepada ubudiyah dan ketundukan, semata karena mengikuti perintah itu tanpa memikirkannya dengan pikirannya yang macam-macam. Jika engkau sempat berkunjung ke Madinah, maka bayangkanlah bahwa itu adalah negeri yang telah dipilih untuk Nabi-Nya, bercerminlah dari kekhusyukan dan ketenangan Rasulullah ketika beliau berada di negeri tersebut.
No comments:
Post a Comment