Catatan Perjalananku Menuju Haji...

Umrah Pertama - September 1997 (32 tahun)
Umrah Kedua - September 1999 (34 tahun)
Haji Pertama (Haji Fardhu) - November 2009 (44 tahun)

Umrah Ketiga - May 2010 bersama suami dan mertuaku (45 tahun)
Umrah Keempat - Mac 2012 bersama anak-anak Umrah Ziarah Jordan (47 tahun)
Umrah Kelima - Mac 2015 bersama suami (50 tahun)
Umrah Keenam - in sya Allah Feb 2018 bersama suami (53 tahun)


Inilah perjalananku.....mencari , menghayati dan melalui saat indah mengenal Cinta Ya Rabbi !

.

Followers

Ads


INILAH PERJALANAN SEBENAR KISAH SEORANG HAMBA ALLAH, MENGUTIP PENGALAMAN DEMI PENGALAMAN SEPANJANG 44 HARI MENUNAIKAN IBADAH HAJI DAN AKHIRNYA MENJADIKAN , APA YANG KITA LIHAT SEPERTI SEMALAM TIDAK LAGI SETELAH MENUNAIKAN HAJI... PENGALAMAN "ITU" TELAH MEMBEZAKAN KITA YANG SEMALAM DENGAN KITA YANG HARI INI....

semuga ianya memberi iktibar dan panduan bagi mereka yang memerlukan...

Sunday, July 26, 2009

Those who gets the right research got the right answers

Apabila saya telah melalui komitmen untuk menunaikan Haji sejak bulan September 2008 , peningkatan dan pendekatan saya dengan Tuhan semakin terasa. Seperti dalam tidak saya sedari . hijab dihati dibuka semakin jelas. Sudah tiada apa yang dapat menghalang cinta yang semakin terbit dan memancarkan sinarnya . Ianya adalah satu perasaan yang sukar dijelaskan . Pencarian yang akhirnya menemukan kita pada satu jawapan yang di cari selama ini. Jawapan yang kita cari disetiap pelusuk dunia, di setiap ceruk perantauan akhirnya pencarian itu berakhir apabila ianya sebenar telah ada didalam diri kita sendiri. Cuma kita terlepas pandang. Cuma kita tidak nampak kerana diselindungi oleh diri kita juga. Apabila kita fokus dan alihkan kabus dihati, kita lihat dengan sangat teliti, kita lihat dengan dipandu oleh kasih Illahi...ianya sangat ajaib. Satu naluri yang tidak terlafaz dengan kata. Satu perasaan yang akhirnya menemukan jawapan yang sekian lama kita cari.

Benarlah kata...kenali diri. Satu pesan yang sangat ringkas tapi jawapan pada sebuah pencarian yang sangat lama dan sangat jauh.

Sebuah catatan dari Watung blog untuk renungan

‘Barangsiapa mengenal diri (sejati)nya, akan mengenal Tuhannya’. Man ‘Arafa Nafsahu, Faqad ‘Arafa Rabbahu. Konon itu kata-kata Baginda Rasulullah SAW (walaupun masih ada banyak perdebatan mengenai siapa sebenarnya yang mengucapkan kata-kata tersebut, tapi di kalangan pejalan ruhani yang pernah mimpi bertemu dengan Baginda Rasul SAW, konon Beliau membenarkan bahwa kata-kata tersebut adalah kata-katanya —red.).

Tapi seberapa susahnya sebenarnya mengenal diri itu? Sebegitu pentingnya kah hal itu sehingga bisa mengantarkan seseorang pada suatu pengenalan yang sungguh agung, sesuatu yang dicita-citakan oleh siapa saja yang percaya, pengenalan akan Tuhan? Bukankah yang disebut “saya” ini ya saya, ya yang ini? Tidakkah kita semua tahu dan kenal diri kita sendiri?

Not so fast, fella. Mari kita resapi kisah berikut ini.

: : : : : : :

waiting at the door

Dalam keadaan sakratul maut, seseorang tiba-tiba merasa berada di depan sebuah gerbang. “Tok, tok, tok,” pintu diketuk.

“Siapa di situ?” ada suara dari dalam.

Lalu dia seru saja, “Saya, Tuan.”

“Siapa kamu?”

“Watung, Tuan.”

“Apakah itu namamu?”

“Benar, Tuan.”

“Aku tidak bertanya namamu. Aku bertanya siapa kamu.”

“Eh, saya anak lurah, Tuan.” Wajahnya mulai plonga-plongo.

“Aku tidak bertanya kamu anak siapa. Aku bertanya siapa kamu.”

“Saya seorang insinyur, Tuan.”

“Aku tidak menanyakan pekerjaanmu. Aku bertanya: siapa kamu?”

Sambil masih plonga-plongo karena nggak tahu mau menjawab apa, akhirnya ditemukanlah jawaban yang rada agamis sedikit.

“Saya seorang Muslim, pengikut Rasulullah SAW.”

“Aku tidak menanyakan agamamu. Aku bertanya siapa kamu.”

“Saya ini manusia, Tuan. Saya setiap Jumat pergi jumatan ke masjid dan saya pernah kasih sedekah. Setiap lebaran, saya juga puasa dan bayar zakat.”

“Aku tidak menanyakan jenismu, atau perbuatanmu. Aku bertanya siapa kamu.”

Akhirnya orang ini pergi melengos keluar, dengan wajah yang masih plonga-plongo.

Dia gagal di pintu pertama, terjegal justru oleh sebuah pertanyaan yang sungguh sederhana: siapa dirinya yang sebenarnya.


"Dan Dialah dalam diri kamu dan kamu tidak nampak Dia"(Az-Zaariyat:21)


No comments:

Post a Comment

Kitab Bughyatul Mustarsyidin :

"Telah berkata Al Khauwas daripada tanda-tanda yang menunjukkan diterima Haji seseorang hamba dan bahawa dia sesungguhnya telah dikurniakan dengan keredhaan Allah ,iaitu bahawasanya sesudah ia kembali daripada mengerjakan haji , dia berakklah dengan akhlak Rasullulah (akhlak Muhamaddiyah) hampir dia tiada memandang dirinya lebih tinggi daripada seseorangpun daripada hamba-hamba Allah dan tiada pula berebut-rebut untuk mendapatkan sesuatu daripada perkara dunia sehingga meninggal dunia.

Dan tanda yang menunjukkan hajinya tiada diterima bahawa dia kembali semula kepada keadaannya sebelum mengerjakan Haji.